Hujan adalah hal penting bagi kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Ia merupakan bahan dasar kelanjutan aktivitas di suatu tempat, tidak hanya manusia, tapi hampir semua makhluk. Disebutkan ada beberapa ayat dalam al-Qur’an mengenai informasi penting tentang hujan, kadar dan pengaruh-pengaruhnya. Di dalam al-Quran Surat Az-Zukhruf misalnya, Allah memberikan informasi bahwa hujan dinyatakan sebagai air yang diturunkan dalam “ukuran tertentu”.
وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ تُخْرَجُونَ (١١)
dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti Itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur). (QS.Az Zukhruf :11)
Allah telah menurunkan hujan sebagai rahmat di saat diperlukan oleh seluruh makhluk. Allah pula menurunkan hujan agar banyak orang mendapat kegembiraan setelah bertahun-tahun hampir putus asa menunggu. Karena itu, al-Quran menyebut hujan sebagai rahmat dan berkah, bukan musibah.
وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ (٢٨)
dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. dan Dialah yang Maha pelindung lagi Maha Terpuji. (QS. Asy Syuura:28)
Perhatikan kisah berikut ini, diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam mengisahkan bahwa,Ketika musim kemarau sedang dalam puncaknya, dan hujan sudah tidak lama membasahi bumi. Sehingga panas matahari membuat bumi kering dan retak-retak. Dan orang-orang pun mulai mengkhawatirkan kebun, tanaman serta ternak mereka.
Orang-orang memandang kelangit, namun mereka tidak menemukan setitik mendung yang menandakan hujan akan turun. Sehingga mereka bersedih dan berdoa kepada Allah agar menurunkan hujan.
Lalu salah seorang dari mereka berkata, “Aku akan pergi ke daerah Selatan. Aku ada satu urusan penting disana.”
Maka lelaki itu pun berjalan melewati padang pasir. Dimana jalan yang membelah padang pasir itu sepi dan tidak ada satu orang pun disana kecuali dirinya. Panas terasa menyengat, dan sesekali angin kencang bertiup membuat debu dan pasir panas beterbangan. Namun lelaki itu terus berjalan ke Selatan.
Dan ditengah perjalanan ia merasa ada sesuatu yang bergerak di langit. Sehingga ia memandang ke langit dan melihat awan perlahan-lahan berkumpul hingga menjadi mendung. Dan mendung itu semakin lama semakin tebal, seolah mau menutupi seluruh langit. Dan bukan main senangnya lelaki itu saat melihat mendung tebal itu.
Dalam hatinya ia berkata, “Sebentar lagi akan turun hujan.” Namun tiba-tiba lelaki itu mendengar suara dari langit, “Siramilah kebun Fulan.”
Lelaki itu hampir tidak percaya dengan apa yang di dengarnya, namun ia terus berjalan sambil berpikir darimana datangnya suara itu. Dan siapa yang berkata tadi?
Dan tidak lama setelah itu ia kembali mendengar suara yang menggelegar dari arah mendung yang bergumpal-gumpal, “Siramilah kebun Fulan.”
Sehingga seketika itu juga lelaki itu menghentikan langkahnya. Ia pun memandang disekitar. Namun ia tidak menemukan siapapun, kecuali bentangan padang pasir yang mahaluas.
Dan ia pun berkata kepada dirinya sendiri, “Ya Ilahi, disini tidak ada orang selain diriku. Apakah suara itu benar-benar datang dari atas sana, dari arah mendung itu? atau aku sedang berkhayal yang bukan-bukan?”
Dan sekali lagi lelaki itu mendengar suara yang sama untuk ketiga kalinya, “Siramilah kebun Fulan.”
Lalu mendung itu bergumpal-gumpal. Beberapa awan yang masih tercecer pun perlahan menyatu. Lalu gerimis pun turun dan menjadi hujan yang lebat. Maka lelaki itupun berkata, “Subhanallah, suara itu datang dari sela-sela mendung. Aku yakin itu.”
Lalu air yang turun ke bumi itu bertemu dalam satu aliran. Dan lama kelamaan aliran itu membesar hingga menjadi selokan yang mengalir deras. Dan selanjutnya air itu mengalir menuju ke suatu tempat. Sehingga lelaki itu mengikuti jalannya air. Ia ingin tahu kemana air itu hendak pergi.
Dan ternyata air itu berhenti dan menggenangi kebun seorang petani. Lalu petani itu mengatur air yang datang untuk menyirami tanaman yang ada dikebunnya secara merata.
Dan lelaki itu mendekati petani yang berpakaian sederhana itu. Ia menanyakan namanya. Dan si petani pun menjawab. “Nama saya Fulan.”
Betapa terkejutnya lelaki itu, karena nama itu sama dengan yang disebut oleh suara dari langit tadi. Lalu si petani itu bertanya, “Mengapa engkau menanyakan namaku ?”
Maka lelaki itu menceritakan kejadian yang dialaminya tadi. Usai bercerita, lelaki itu bertanya kembali kepada si petani, “Tolong katakanlah kepadaku wahai petani yang baik, apa yang kau perbuat dengan kebunmu ?”
Maka petani yang bernama Fulan itu pun menjawab, “Adapun jika benar apa yang kamu ucapkan, sesungguhnya saya selalu memperhatikan dari setiap panen yang keluar dari kebunku ini. Setelah aku menjual hasil kebunku dan mendapatkan uang, maka uang itu sepertiganya aku sedekahkan kepada fakir miskin. Aku dan keluargaku makan sepertiga, dan yang sepertiga lagi untuk biaya perawatan kebun.”
Setelah mendengar penuturan petani itu, maka lelaki itu berkata, “Sekarang aku baru tahu, mengapa suara yang datang dari balik mendung itu berkata, “Siramilah kebun Fulan.” Wahai petani yang baik, Allah Subhanahuwata’ala telah memberkahi bumimu, kebunmu, tanamanmu dan rezekimu.”
Maka, pantaskah berputus asa disaat Allah Subhanahuwata’ala menurunkan hujan untuk kita?
Padahal jikalau kita tidak berputus asa, Allah akan menghadirkan rahmatNya disetiap tetesan air hujan yang turun membasahi bumi, kebun, tanaman dan rezeki kita. Butuh iman untuk mempercayainya…
Wallahu’alam
#2kurikulum
#imandanalqur’an
Info penting : Ingin mendengarkan Audio kisah namanya disebut di atas awan Nantikan bertutur kisahnya bersama waalid ilham di www.lenterasirohanak.com
Sumber : Kisah teladan dalam hadits, Abu Ishaq Al Huwaini