Nikmat yang sangat besar, setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniai seseorang Iman dan Islam adalah keistiqomahan. Yakni, istiqomah menjalani nilai-nilai Iman dan Islam tersebut. Keistiqomahan menjadi barang mahal yang dimiliki seseorang, jika setiap perkataan, perencanaan dan perbuatan tertata dengan baik sepanjang pelaksanaan sampai akhir kehidupannya.
Maka pantaslah wasiat Rasul menjadi bahan perenungan;
Rasulullah صلى الله عليه و سلم mewasiatkan kepada Sufyan bin Abdillah ats-Tsaqofi radhiallahu ‘anhu: ”Katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah.” (HR. Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Abi ‘Ashim, dll.)
Tidak sedikit, kegagalan bermula dari ketidak istiqomahan seseorang. Namun sedikit pula mereka yang mau menerima dikoreksi ketidakistiqomahannya dalam lisan dan perbuatan. Pantas ia menjadi mahal!
Ketika seorang hamba mau mengawal sholat lima waktunya dengan baik, tentu seorang hamba tersebut dengan sendirinya mengulang-ulang permohonan bimbingan istiqomah yang ada pada surat Al-Fatihah, khususnya di ayat 6.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Al-Fatihah/1:6)
Bahkan menurut Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah, “Maksudnya, tuntun kami dan tunjuki kami serta berikan kami taufik kepada jalan yang lurus. Yaitu jalan yang jelas yang mengantarkan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan surga-Nya. Jalan tersebut adalah mengenal kebenaran dan mengamalkannya. Maka, tunjuki kami kepada jalan yang lurus dan tunjuki kami di dalam jalan yang lurus tersebut. Maksudnya, tunjuki kami ke jalan yang lurus adalah berpegang teguh pada agama Islam dan meninggalkan agama selain Islam. Dan makna tunjuki kami di dalam jalan yang lurus adalah mencakup hidayah kepada semua perincian agama secara ilmu dan amal. Doa ini merupakan doa yang paling menyeluruh dan bermanfaat bagi hamba. Karenanya, wajib bagi seorang hamba untuk berdoa kepada Allah dengan doa ini di setiap rakaat shalatnya.”
Lalu kenapa, banyak orang yang kesulitan menjaga keistiqomahan?
Tanyakanlah pada hati dan jiwa penggerak tubuh ini. Barangkali hati dan jiwa ini lebih condong menjauh dari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hati dan jiwa ini diselimuti keragu-raguan, bertumbuhnya ketakutan, dalam bayang-bayang kegagalan, dalam sanubari kesombongan, dalam kecongkakan keilmuan. Astaghfirullah…
يَـا مُـقَـلِـّبَ الْـقُـلُـوْبِ ، ثَـبّـِتْ قَـلْبِـيْ عَلَـىٰ دِيْـنِـكَ
Ya Allah, Yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu.
Ternyata ini pula yang dikhawatirkan Rasul pada umatnya. Suatu hari Anas radhiallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah! Kami telah beriman kepadamu dan kepada apa (ajaran) yang engkau bawa. Masihkah ada yang membuatmu khawatir atas kami?”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Benar (ada yang aku khawatirkan kepada kalian), sesungguhnya hati-hati itu berada di antara dua jari dari jari-jemari Allah, di mana Dia membolak-balikkan hati itu sekehendak-Nya. (HR. at-Tirmidzi)
Masya Allah, istiqomah itu bukanlah perkara mudah. Bukan hal yang sepele. Karena kehadirannya kepada seorang hamba, semua atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka dari itu, melalui mimbar web ini, kepada para pembaca rutin web ini, kami hadir kembali dengan wajah dan tampilan yang baru. Bantu kami dengan do’a untuk tetap istiqomah dalam syiar media web ini. Bantu kami dengan do’a agar para guru-guru kami istiqomah dalam lisan, tulisan, dan perbuatannya di dakwah pendidikan ini.
Ya Allah, terimalah do’a dari saudara-saudara kami yang mendoakan kami dalam kebaikan. Ya Allah tetapkanlah selalu untuk kami berada dalam jalan agama-Mu.
2 kenikmatan itu, Iman dan Islam.
2 barang mahal ini, istiqomah dan hidayah.
2 kurikulum kami, Iman dan Al-Qur’an.
Ahlan wa sahlan para pembaca web lembaga kami www.kuttabalfatih.com. Karena kehadirannya atas kehendak-Nya.
Barokallahu fiikum…
Waalid Ilham Direktur Pendidikan Yayasan Al Fatih Pilar Peradaban
#dua_kurikulum_iman_dan_al-quran