Tak pernah terlintas di hati seorang laki-laki sahabat anshar, rumahnya akan mendapat kehormatan seperti itu. Itu jauh dari dugaan.
Sementara, bagi istrinya, Yastrib terlalu sempit untuk merangkum kebahagiaan yang menyeruak di hatinya. Tak pernah ia bermimpi anugerah agung ini turun ke rumahnya, mengalahkan rumah-rumah lain di seluruh Madinah.
Padahal, sahabat Anshar ini bukan orang yang berpengaruh, bukan orang kaya, dan tidak memiliki status sosial terhormat. Ia hanya orang biasa seperti penduduk pada umumnya. Cukup makan, dan hidup tenang.
Rumahnya pun tidak luas. Tak ada kesan megah, tak ada yang layak diperhatikan. Ukurannya kecil, hanya dua kamar, satu diatas, dan satu dibawah. Dindingnya lempung, tiangnya batang kurma, atapnya pelepah daun kurma yang rapuh.
Namun ternyata, Allah pilihkan rumah tersebut untuk Nabi.
Pilihan terhadap rumah itu menunjukkan bahwa Allah dan RasulNya tidak menginginkan rumah kaya dan berlimpah harta, atau rumah miskin yang akan terbebani kehadiran beliau.
Rumah yang beliau cari adalah rumah bersahaja yang dipenuhi cinta dan rida. Itulah rumah pertama Nabi di Madinah. Ya, rumah itu adalah rumah sahabat Nabi, Abu Ayyub Al Anshari.
Bagaimana dengan rumah kita?
Sudahkah rumah kita dipenuhi cinta dan keridaan? Sudah layakkah rumah kita diridhai Allah dan dicintai oleh Nabi? Atau malah sebaliknya, hanya kemewahan fisik yang kita bangun di rumah kita, bukan cinta dan keridaan Allah yang kita hadirkan?
Lantas bagaimana cara agar rumah kita dicintai oleh Nabi?
Mari belajar kepada Nabi,
Agar keluarga kita senantiasa Allah diridhai.
#2kurikullum
#imansebelumquran
Referensi:
Siroh Nabawiyah, Syeikh syafiyyurrahman.
Bilik cinta Nabi, Nizar Abazhah.