Gerimis di waktu dhuha menjadi teman perjalanan menuju desa Suka Mulya, Tegal Waru, Plered. Saya bersama beberapa rekan guru berniat mengunjungi salah satu saudara seiman, seperjuangan, seorang muslimah sholihah yang energik dan ceria. Perjalanan cukup panjang, jalan raya penuh truk-truk besar, jalan berbatu, berlubang, hutan bambu, jalan menanjak, menurun, licin adalah medan yang harus dilalui untuk menuju ke sana. MasyaAllah, seperti ini perjalanan yang ditempuh saudara kami menuju Kuttab. Saya membayangkan betapa besarnya perjuangan beliau untuk menuju tempatnya mengajar sekaligus menuntut ilmu. Maka doa saja yang dapat saya langitkan, semoga Allah memberikan pahala yang besar dan naungan keberkahan atas setiap langkahnya. Dan saya selipkan pula doa semoga segera ada pemuda sholih pemberani yang membersamai langkahnya dalam ikatan yang diridhoi-Nya. Amiin.
Selama perjalanan ada beberapa peristiwa yang saya temui. Salah satunya adalah tentang “Yang Awal dan Yang Kemudian”. Begini ceritanya…
Kami, 3 unit keluarga berkendara menggunakan 3 motor dengan kecepatan yang berbeda-beda. Perbedaan kecepatan itulah yang saya istilahkan menjadi Yang Awal dan Yang Kemudian. Motor yang melaju paling depan, Yang Awal, qadarullah terhenti dikarenakan ada sebatang pohon besar yang tumbang menghalangi jalan, sehingga motor dan tentu saja penumpangnya harus berhenti untuk mencari solusi. Penumpang motor dengan sigap segera berupaya menyingkirkan pohon dari tengah jalan. Perjuangan yang sangat berat pasti. Hingga datanglah motor yang kedua, Yang Kemudian. Karena pohon yang tumbang masih belum memberikan ruang lintas, maka penumpang motor yang kemudian juga membantu menyingkirkan rintangan. Perjuangan kali ini terasa lebih ringan bagi penumpang motor yang awal karena ada yang membantu. Hingga datanglah penumpang motor yang ketiga, Yang Kemudian. Karena jalan sudah cukup terbuka, maka Yang Awal memberi kode kepada Yang Kemudian untuk lewat, “Tinggal sedikit lagi pekerjaanku, bisa kuatasi. Kau lanjutkan saja perjalananmu!” Begitulah kira-kira terjemahan dari kode tangannya. Luar biasa bukan? Hingga akhirnya Yang Kemudian bisa terus berjalan tanpa harus turun tangan berjuang menyingkirkan aral rintang. Yang Kemudian berjalan lebih awal dan Yang Awal menjadi yang kemudian menyusul perjalanan. Demikianlah ceritanya.
Peristiwa telah berlalu, tapi bagi saya ini justru menjadi awal perjalanan tafakur. Ia salah satu dari permata yang terserak di sepanjang perjalanan hidup. Permata yang memancarkan kemilau cahaya iman. Bahwa betapa unik kehidupan manusia. Melihat sekilas, akan tampak ketidakadilan dan tidak setia kawan. Namun, tidak demikian hakikatnya kalau dilihat dari sisi iman. Karena Allah tidak akan mendholimi hamba-Nya sedikit pun.
Bahwa awal perjuangan dari suatu perkara di bumi ini selalu dipenuhi aral rintang dan ujian yang berat. Hal tersebut juga dialami Rasulullah selama fase awal dakwahnya. Beliau dan para sahabatnya pun menghadapi kejadian yang menyesakkan, menghimpit dan seringkali menghempaskan. Namun, semuanya justru membuat yang lemah menjadi kuat, yang kasar berubah lembut, yang fakir suka berderma, yang berkuasa menjadi tawaduk. Ujian membuat mereka lebih sabar, toleran dan pemaaf terhadap sesama. Bahkan mereka rela menanggung derita demi orang lain bahagia. Mereka hadir dengan beragam ide, solusi dan gebrakan-gebrakan baru demi kemuliaan islam. Mereka tak pernah tertinggal untuk mengambil peran dalam setiap peluang kebaikan. Mereka mencintai tanpa syarat, kecuali hanya karena taat pada Rabb yang menciptakannya. Itulah ciri khas golongan awal yang beriman. Mereka yakin Allah dan Rasul-Nya melihat pekerjaan mereka sehingga mereka tak takut cela, tak harap sanjung. Merekalah yang akan mendapatkan ketenangan, kehidupan yang baik serta limpahan pahala tak terhingga dari Allah Azza wajalla.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl ayat 97)
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar ayat 10)
Sedangkan orang yang kemudian, mereka adalah orang yang cenderung terhadap teladan kebaikan, mengikuti fitrahnya. Mereka yang melanjutkan, memperbaiki, memperindah atau bahkan memperkuat apa yang telah dimulai. Karena peluang telah terbuka maka tidak terlalu menyulitkan langkah mereka. Hal tersebut dapat menghemat tenaga, sehingga daya upaya mereka bisa dilejitkan untuk perbaikan dan pengembangan. Walaupun datang kemudian, namun mereka bisa mendapatkan kebaikan dan pahala yang tak kalah mulia dari Yang awal karena bisa saja Yang Kemudian mampu menyeimbangkan langkah bahkan mengejar ketertinggalan. Hingga tak ada alasan bagi Yang Kemudian untuk tidak memaksimalkan kinerja mereka. Banyak kisah menyebutkan bahwa diantara orang-orang yang berperan besar dalam kejayaan islam datang dari kelompok orang Yang Kemudian. Mereka yang banyak belajar dari para pendahulu dan memberikan tempat istimewa bagi orang yang telah menuntunnya dalam kebaikan. Hingga keberkahan Allah turun atas mereka.
Dari perjalanan ini, saya mendapat dua poin penting:
Pertama, orang yang awal dalam agama ini adalah mereka yang menganggap kecil dunia dan hanya mengharap ridho dan pahala Allah semata. Mereka adalah para pemimpin kita, ulama kita, guru kita dan orang-orang yang menjadi teladan dalam amal sholih. Mereka ada disekitar kita. Tak perlu prasasti yang di atasnya terukir nama mereka tersebab mereka tak menginginkan itu dan bagi orang beriman tidaklah sulit mengenali mereka karena ruh-ruh junudun mujannadah. Maka sudah sepantasnya jika nama mereka kita sebutkan dalam doa, dilangitkan bersama munajat tulus kita. Itu saja, sederhana bukan? Maka sudahkah kita mendoakan mereka dengan doa terbaik kita?
Kedua, selalu mengambil peran semampu usaha kita dalam setiap peluang amal. Mengalahkan rasa malas, enggan, takut dan galau. Bahwa belumlah terlambat untuk mengikuti jejak mereka menjadi yang awal, yang terdepan, mubakkiron. Karena iman saja belum cukup, namun harus disertakan dengan amal. Mastatho’na.
Maka dimanapun posisi kita, Yang Awal ataupun Yang Kemudian, semoga kita diberikan oleh Allah ketetapan hati, kekuatan jiwa, kekokohan iman untuk terus beramal walaupun ketika berada pada titik nadir usaha kita demi meraih ridho dan cinta-Nya. Hingga janganlah sampai kita menjadi orang yang ketiga, Yang Menyesal.
Duhai Rabb tuntunlah kami menuju-Mu.
#2kurikulum
#imansebelumquran
#adabsebelumilmu