Saudaraku, apakah Anda pernah ketika sedang berjalan di suatu tempat, lalu melewati segerombolan anak kecil yang sedang bermain atau melakukan aktifitas lainnya? Lalu apakah yang kita perbuat?
Apa kita menyapa anak-anak tersebut dengan memberikan salam dan bertanya, ”Nak sedang apakah kalian ?”
Atau
Apakah kita hanya berjalan melanjutkan langkah demi langkah hingga tempat tujuan kita?
Saudaraku, pernahkan Anda melintas lalu melewati orang-orang yang secara usia melebihi kita dan apakah yang kita lakukan?
Apakah kita menyapa memberikan “salam”, “permisi” atau “punten” dalam masyarakat Sunda dan lain sebagainya?
Atau
Kita hanya melewati tanpa melakukan apa pun? Seolah-olah kita tidak melihat bahwa di kiri kanan jalan yang kita lewati ada orang-orang yang sedang duduk santai.
Wahai saudaraku, di manakah posisi kita saat berada dalam dua kondisi di atas? Dari sinilah sebenarnya kita akan mengetahui seperti apakah akhlak orang-orang di sekitar kita atau mungkin akhlak diri kita sendiri. Mungkin, menyapa, memberikan salam atau berdialog adalah sesuatu yang akan menghabiskan waktu kita. Atau karena kita tau bahwa orang-orang yang kita lewati ini adalah orang-orang yang secara tingkat ekonomi di bawah kita atau secara strata sosial di bawah kita, jadi kita merasa tidak perlu bersosialisasi dengan mereka. Dan cukup kita menyapa kepada bos-bos kita atau orang orang terpandang di wilayah kita agar kita terlihat baik di mata mereka, pandangan manusia.
Apalagi kalau kita adalah seorang guru, seorang pendidik atau seorang tokoh yang akan menjadi tauladan bagi murid-murid kita, yang menjadi tauladan bagi masyarakat kita. Maka kita harus senantiasa mencontohkan yang terbaik sebagaimana Nabi Muhammad memberikan contoh kepada kita. Bukan karena agar terlihat baik supaya dipandang atau dibilang orang, “Si fulan akhlaknya baik sekali, sepertinya pas kalau dijadikan mantu.” Dan lain sebagainya.
TETAPI, kita lakukan itu karena Nabi mencontohkan, karena ini adalah iman, karena ini adalah adab, karena ini adalah perintah Allah dan RosulNya. Sebagaimana dua kisah di bawah ini.
Kisah pertama,
Anas berkata, ”Pada suatu hari aku melayani Rosulullah. Setelah tugas-tugasku selesai, aku berkata dalam hati, ‘Rosulullah pasti sedang istirahat siang.’ Akhirnya, aku keluar ke tempat anak-anak bermain. Aku menyaksikan mereka sedang bermain. Tidak lama kemudian, Rosulullah datang seraya mengucapkan salam kepada anak-anak yang sedang bermain. Beliau lalu memanggil dan menyuruhku untuk suatu keperluan. Aku pun segera pergi untuk menunaikannya, sedangkan beliau duduk di bawah sebuah pohon hingga aku kembali…”
Kisah kedua,
Utsman bin Amir bin Amr yang memiliki nama kunyah Abu Quhafah. Ia adalah ayahnya Abu Bakar Ash Shiddiq. Ia masuk Islam pada Fathu Makkah. Abu Bakar membawanya menghadap Rosulullah, lalu Rosul berkata, ”Wahai Abu Bakar, mengapa kamu tidak membiarkannya saja, hingga kamilah yang pergi mendatanginya, bukannya ia yang kamu bawa datang kepada kami. ” Lalu Abu Bakar berkata, ”Dirinya yang lebih layak untuk mendatangi Anda wahai Rosulullah.” Lalu ia pun masuk Islam dan melakukan janji setia kepada Rosulullah.
Dalam hadits ini memuat sebuah manhaj Nabawi yang mulia yang digariskan oleh Rosulullah, yaitu memuliakan dan menghormati orang yang lebih tua. Hal ini diperkuat oleh sabda Rosulullah dalam hadits, “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang tua dan tidak menyayangi yang muda.” (HR.Tirmidzi)
#duakurikulum_iman&alquran
Sumber buku:
1. Modul Kuttab 1
2. Biografi ABU BAKAR ASH SHIDDIQ karya PROF.DR. ALI MUHAMMAD ASH SHALABI